Kolik Renal: Batu Saluran Kemih


Apa itu batu saluran kemih?

Batu saluran kemih terbentuk dari agregasi komponen protein kristal dengan non kristal (matriks). Kristal ini membentuk batu dan bergerak ketika mencapai ukuran tertentu dan melewati ureter sehingga menyebabkan gejala kolik. Sebanyak 80% dari batu saluran kemih adalah batu kalsium, dan 60% nya dalam bentuk kalsium oksalat. Sebanyak 20% batu terbentuk dari kalsium fosfat, dan 7% nya dalam bentuk batu asam urat. Batu pada kantung kemih biasanya disebabkan karena hal yang berbeda, sebagai akibat dari aliran yang terhambat.

Siapa yang dapat menderita batu saluran kemih?

Insidensi batu saluran kemih lebih tinggi saat iklim kering, yang diakibatkan oleh faktor dehidrasi dan ekspose sinar matahari (pembentukan vitamin D). Indeks massa tubuh tinggi juga merupakan faktor risiko independen pembentukan batu. Pasien dengan riwayat keluarga batu saluran kemih memiliki risiko 2.5 kali lebih tinggi menderita gangguan tersebut dibandingkan yang tidak. Selain itu faktor pengaruh lingkungan seperti dehidrasi dan jenis diet juga turut berpengaruh.

Kelainan anatomis seperti ginjal tapal kuda (horseshoe kidney) dapat meningkatkan risiko terjadinya batu saluran kemih, begitu juga hiperparatiroid, renal tubular acidosis, penyakit myeloproliferative, diare kronik, dan gout. Riwayat batu saluran kemih sebelumnya meningkatkan risiko 20-30% pembentukan batu baru dalam 5 tahun ke depan.

Beberapa studi observasi dan trial acak didapatkan bahwa pasien yang memiliki produksi urin < 1 L per hari berisiko tinggi menderita batu saluran kemih, sedangkan bila produksi > 2 L perhari dapat menurunkan risiko secara signifikan.

Apa itu Kolik Renal?

Kolik renal adalah nyeri yang disebabkan karena obstruksi di ureter. Sebenarnya lebih tepat diistilahkan dengan kolik ureter. Nyeri yang timbul berasal dari spasme ureter yang menjepit batu, menyebabkan obstruksi dan distensi ureter, sistem pelviokalises, dan kapsul ginjal. Walaupun sebagian besar diakibatkan oleh batu, kolik renal juga dapat disebabkan oleh limfadenopati, blood clot, atau sloughed renal papilla.

Bagaimana Gejala Kolik Renal?

Gejala klasik kolik renal berupa nyeri akut di daerah pinggang (di antara sudut kostrovertebral, lateral otot sakrospinal, dan di bawah iga ke 12). Nyeri dapat menjalar ke daerah perut kuadran atas, punggung, selangkangan, testis atau labia mayora, tergantung lokasi obstruksi. Deskripsi nyeri dapat digunakan untuk menentukan lokasi obstruksi. Bila batu terdapat di daerah Vesico-ureteric Junction (VUJ) pasien mungkin mengalami anyang-anyang karena iritasi otot detrusor oleh batu.

Gejala kolik renal juga dapat disertai mual dan muntah. Nyeri muncul hilang timbul dan intensitas nyeri juga bervariasi. Nyeri seringkali reda di antara 2 serangan. Nyeri terus menerus dapat dipikirkan sebagai gejala peritonitis. Hematuria makroskopik dapat terjadi, namun perlu dipastikan apakah terdapat clot yang menandakan patologi saluran kemih bagian atas. Jika gejala kolik renal disertai adanya infeksi, pasien dapat saja mengalami demam dan keringat dingin. Berikut adalah tabel diferensial diagnosis pasien dengan gejala kolik renal:

Diferensial
Riwayat penyakit dan hasil pemeriksaan
Pielonefritis
Demam dan nyeri di daerah ginjal
Nyeri muskuloskeletal
Makin memberat dengan pergerakan
Appendicitis
Nyeri tekan atau tanda peritonitis di fossa iliaka kanan
Cholecystitis
Memberat setelah makan makanan berlemak, nyeri di kuadran kanan atas
Diverticulitis
Berhubungan dengan bowel symptoms, nyeri di fossa iliaka kiri
Pecah Aneurisma Aorta Abdominal
Usia tua, terdapat faktor risiko vascular
Torsio Testis
Nyeri tekan testis
Problem ginekologis
Usia muda, nyeri daerah pelvis

Bagaimana seharusnya pasien dengan gejala nyeri pinggang mendadak ditangani?

Nyeri pinggang mendadak tidak selalu disebabkan oleh batu saluran kemih, dan beberapa kondisi penyakit lain dapat menimbulkan gejala yang mirip. Perlu diketahui riwayat penyakit pasien dan hasil pemeriksaan fisik guna mengetahui karakteristik nyeri beserta lokasinya. Terdapat tanda dan gejala yang mengindikasikan pasien perlu dirawat inap.

Indikasi perlunya dilakukan rawat inap:
Diagnostik kurang meyakinkan (misal pada pasien usia lanjut >60 tahun bisa terjadi AAA)
Ketidakmampuan untuk mengatasi nyeri
Disertai demam (>37.5 0C) pada kolik renal
Kolik renal pada transplan ginjal
Terdapat obstruksi batu bilateral
Adanya gagal ginjal akut
Ketidakmampuan SDM atau fasilitas untuk menilai kondisi urologis
 Tanda-tanda sepsis pada kolik renal:
Demam (>37.5 0C)
Flushing pada wajah
Takikardia (terutama bila nyeri telah teratasi)
Hipotensi
Nyeri tulang belakang

Kapan pasien dapat dikembalikan ke primary care atau rawat jalan?

Pasien dengan gejala kolik renal seringkali masuk ke IGD, dengan keluhan karena nyeri dan kecemasan. Walau demikian pasien dengan diagnosis yang jelas, nyeri yang dapat diatasi dan tidak ada komplikasi seperti Tabel Indikasi Rawat atau Sepsis di atas, maka pasien dapat dipulangkan atau dikembalikan ke primary care, tidak perlu perawatan di rumah sakit.

Pasien yang dipulangkan perlu diberikan NSAID untuk mengatasi nyeri yang mungkin muncul tiba-tiba. Bila gejala muncul lagi dan nyeri tidak dapat diatasi dengan analgesik yang adekuat, maka perlu dirujuk ke urologis.

Pemeriksaan apa saja yang diperlukan?

Setiap pasien perlu diperiksaan dipstik urin. Sensitivitas hematuria pada pasien dengan batu saluran kemih sekitar 90%, namun demikian sekitar 40% pasien dengan nyeri pinggang mendadak dan adanya hematuria ternyata tidak menderita batu saluran kemih. Oleh karena itu untuk mendiagnosis batu saluran kemih tidak bisa melihat hanya dengan ada tidaknya hematuria. Adanya leukosit dan nitrit menunjukkan adanya infeksi saluran kemih. Jika dilakukan kultur maka diperlukan urin midstream.

Pemeriksaan darah rutin dan fungsi ginjal perlu dilakukan terutama bila ada gejala demam atau ginjal yang berfungsi tinggal 1. Bila ada riwayat batu saluran kemih sebelumnya maka perlu di tes serum kalsium atau asam urat.


Kapan Imaging diperlukan?

Pada setting emergensi perlu segera ditegakkan diagnosis definitif dengan imaging agar dapat direncanakan terapi selanjutnya. Namun bila nyeri dapat teratasi, tidak ada sepsis, dan kedua fungsi ginjal baik, maka pemeriksaan imaging tidak wajib/urgent dilakukan. Timing yang tepat untuk dilakukan evaluasi imaging yaitu dalam 2-3 minggu, namun ada pula konsensus ahli yang menganjurkan dalam waktu seminggu.

Berdasarkan pedoman dari European Association of Urology (EAU) dan American Urological Association, CT Scan non kontras merupakan pemeriksaan definitif untuk gejala kolik renal atau batu saluran kemih (sensitivitas 94-100% and spesifisitas 92-100%).

Pemeriksaan USG merupakan alternatif yang lebih murah, terutama pada pasien yang kurus. USG cukup baik mengidentifikasi batu ukuran diameter >5 mm pada sistem pelviokalises. Pasien harus penuh kandung kemihnya agar bisa terdeteksi bila batu berada di VUJ. Namun dengan USG terkadang tidak dapat mendeteksi batu pada ureter. USG merupakan first-line pemeriksaan batu saluran kemih pada wanita hamil dan anak-anak.

Pemeriksaan radiografi X-ray cukup baik dengan sensitivitas 44-77% dan spesifisitas 80-87%. Deteksi lebih baik bila radiografi X-ray dikombinasikan dengan USG, terutama bila CT Scan non kontras tidak tersedia.

Dimanakan lokasi batu yang paling banyak?

Secara anatomis terdapat 3 bagian tersempit di ureter, yaitu pelvio-ureteric junction (PUJ), mid-ureter dimana ureter menyilang dengan pembuluh darah iliaka, dan VUJ. Namun lokasi batu paling banyak yaitu VUJ (60.6%), proximal ureter (23.4%), PUJ (10.6%), dan dekat iliaka (1.1%).

Analgesik apa yang tepat diberikan?

NSAID dan golongan opiat masih merupakan pilihan utama. NSAID mengurangi skor nyeri dan pasien biasanya tidak memerlukan tambahan analgesik lain dibandingkan dengan pasien yang diberi golongan opiat. Opiat, semisal petidin, memiliki efek samping terutama muntah. NSAID diberikan pada pasien kolik renal kecuali bila ada kontraindikasi (ulkus peptik, gangguan fungsi ginjal, dan asma berat). Namun penelitian Cohcrane review tidak dapat menentukan NSAID mana yang paling baik digunakan.

Pasien dianjurkan untuk meningkatkan konsumsi cairan untuk mendorong batu keluar, dan beberapa pusat perawatan menggunakan cairan intravena volume besar atau diuretik untuk tujuan yang sama. Sebenarnya belum ada bukti berdasarkan dari Cohrane review untuk menggunakan cairan dalam jumlah besar, namun konsumsi cairan 2 L per hari dianjurkan oleh para ahli untuk memastikan hidrasi yang cukup, terutama bila pasien menggunakan obat yang nefrotoksik.

Penggunaan akupuntur pada beberapa negara di dunia, pada studi randomisasi terbukti efek yang ekuivalen dengan analgesik intramuskular. Terdapat bukti dengan nilai yang rendah penggunaan anti-spasmodik pada kolik renal, salah satunya hyosin versus plasebo.

Berapa besar kemungkinan batu dapat keluar, dan berapa lama diperlukan?

Apakah batu dapat keluar dengan spontan tergantung dari ukuran dan lokasinya. Pada salah satu penelitian yang dilakukan pada 172 pasien, berdasarkan lokasinya, kemungkinan keluar spontan berkisar 49% pada proksimal ureter, 60% pada mid ureter, 75% pada distal ureter, dan 79% pada VUJ. Berdasarkan ukuran diameternya, kemungkinan keluarnya batu yaitu 76% pada ukuran 2-4 mm, 60% pada ukuran 5-7 mm, 48% pada ukuran 7-9 mm, dan 25% pada ukuran >9 mm.

Penelitian meta-analisis pada 328 pasien menunjukkan, kemungkinan keluarnya batu yaitu 68% pada ukuran < 5 mm dan 47% pada ukuran 5-10 mm. Penelitian terbaru pada 656 pasien menunjukkan 86% akan keluar tanpa pengobatan, yakni 55.3% dalam 7 hari, 73.7% dalam 14 hari, dan 88.5% dalam 28 hari.19 Berdasarkan ukurannya waktu yang diperlukan untuk keluar spontan adalah 6.8 hari untuk ukuran < 2 mm, 12.6 hari untuk ukuran 2-4 mm, 14.8 hari untuk ukuran 4-6 mm, dan 21.8 hari untuk ukuran 6-8 mm.

Apa pentingnya terapi ekspulsif pada batu saluran kemih?

Terdapat bukti yang mengindikasikan pengobatan dapat meningkatkan laju keluarnya batu dengan merelaksasi otot halus ureter, baik dengan α1 reseptor bloker atau dengan inhibitor pompa channel kalsium. Pada studi meta-analisis, pasien yang diberikan terapi ekspulsif 65% nya akan mengalami keluaran batu dibandingkan yang tidak diterapi. α bloker tidak hanya meningkatkan laju keluaran batu tetapi juga mengurangi waktu ekspulsi, episode nyeri, skala nyeri, dan kebutuhan analgesik.

Karena batu dengan diameter < 5 mm cenderung untuk keluar spontan, terapi ekspulsif lebih berefek pada batu dengan ukuran 5-10 mm. Dalam studi lain menunjukkan batu < 5 mm memiliki kemungkinan laju keluar lebih tinggi dengan tamsulosin dibandingnya yang tidak diterapi (71.4% vs 50%). Pasien harus diperingatkan akan efek samping obat, dan wanita disarankan untuk menggunakan kontrasepsi untuk mencegah kehamilan ketika mengkonsumsi obat-obatan ini.

Berapa lama batu aman untuk dibiarkan?

Bukti penelitian yang ada sampai saat ini lemah. Pada percobaan hewan dengan obstruksi unilateral komplit, kemungkinan renal loss terjadi dalam waktu 6 minggu. Untungnya, batu biasanya hanya menyebabkan obstruksi parsial. Pedoman saat ini merekomendasikan evaluasi periodik bila ditangani secara konservatif, dengan USG untuk mendeteksi hidronefrosis. Jika batu tidak keluar dalam waktu 4-6 minggu, dan sepertinya tidak ada kemungkinan untuk keluar, maka intervensi perlu dilakukan.

Kapan intervensi bedah segera/urgent dilakukan?

Intervensi bedah emergensi direkomendasikan pada 4 keadaan, yakni adanya obstruksi pada ginjal yang terinfeksi, obstruksi pada ginjal soliter, obstruksi bilateral, dan nyeri yang tak dapat dikontrol. Infeksi yang terjadi pada saat obstruksi perlu dilakukan tindakan bedah segera. Kondisi pasien dapat memburuk dengan cepat dengan adanya hipotensi dan syok sepsis, terutama akibat organisme Gram negatif. Resusitasi cairan secara agresif dengan antibiotik intravena spektrum luas dan perawatan intensif mungkin diperlukan. Antibiotik yang dapat melalui sistem yang terobstruksi sangat terbatas, oleh karena itu diperlukan dekompresi, yang dapat tercapai dengan nefrostomi perkutaneus atau stent ureteric-retrograde.

Imaging apa yang diperlukan untuk follow up?

Tidak ada cukup bukti yang menunjukkan kapan sebaiknya dilakukan follow dan imaging apa yang diperlukan bila penanganan batu dilakukan secara konservatif. Jika batu sudah keluar, maka tidak perlu dilakukan follow up imaging. Jika batu terlihat saat menggunakan NCCT, penggunaan radiografi pada ginjal, ureter, dan kantung kemih dapat digunakan untuk menilai progresivitas batu. Jika batu tidak terlihat dengan NCCT, radiografi dapat tetap dilakukan karena kemungkinan 10% batu akan tetap terlihat. Untuk follow up biasanya para ahli merekomendasikan radiografi X-ray pada ginjal, ureter, dan kandung kemih untuk melihat adanya batu, atau dengan USG untuk melihat derajat hidronefrosis.  

Apa pilihan tatalaksana untuk mengatas batu saluran kemih?

Tatalaksana batu saluran kemih tergantung dari beberapa kondisi seperti ukuran, lokasi, gejala yang sedang dirasakan, ketersediaan fasilitas, dan pilihan pasien. Beberapa fasilitas kesehatan melakukan tatalaksana konservatif untuk batu dengan ukuran < 10 mm, nyeri terkontrol, fungsi ginjal normal dan tidak ada tanda sepsis. Jika batu tidak keluar dalam 4-6 minggu, maka kemungkinaan dapat keluar setelah itu sangat kecil.

Pasien perlu diberitahu, terutama bila pasien sedang bepergian. Bisa saja keluhan kolik dapat muncul selama penerbangan dan asuransi tidak akan menanggung untuk kejadian tersebut.

Indikasi penanganan batu secara aktif yaitu pada pasien dengan kemungkinan kecil batu dapat keluar spontan, nyeri persisten, obstruksi yang sedang berlangsung, dan insufisiensi ginjal. Jika terdapat infeksi, maka drainase ginjal perlu dilakukan.

Pilihan utama untuk terapi batu saluran kemih yaitu dengan extracorporeal shockwave lithotripsy (ESWL) atau ureteroskopi. Berikut adalah perbedaannya:

ESWL
Ureteroskopi
Dengan analgesik atau sedasi
Dengan general atau spinal anastesia
Prinsip gelombang suara yang dipusatkan ke batu
Rigid atau semi-rigid ureteroskop
Perlu dilakukan 1 atau lebih pemeriksaan
Perlu sekali saja, namun mungkin perlu pasang stent
Keberhasilan berdasarkan letak:
Proximal: 82%
Mid: 73%
Distal: 74%
Keberhasilan berdasarkan letak:
Proximal: 82%
Mid: 87%
Distal: 93%
Keberhasilan berdasarkan diameter
Distal, < 10 mm: 86%
Distal, > 10 mm: 74%
Proksimal, > 10 mm: 70%
Keberhasilan berdasarkan diameter
Distal, < 10 mm: 97%
Distal, > 10 mm: 93%
Proksimal, > 10 mm: 81%
Tidak invasif
Invasif
Lower stone-free rate
Better stone-free rate
Shorter hospital stay
Longer hospital stay
Lower risk complications
Greater risk complications

Daftar Pustaka

1.       Pearle MS, Lotan Y. Urinary lithiasis: etiology, epidemiology, and pathogenesis. In: Wein AJ, Kavoussi LR, Novick AC, Partin AW, Peters CA, eds. Campbell-Walsh Urology. 10th ed. Elsevier Saunders, 2012.
2.       Curhan GC. Epidemiology of stone disease. Urol Clin N Am 2007;34:287-93
3.       Borghi L, Meschi T, Amato F, Briganti A, Novarini A, Giannini A. Urinary volume, water and recurrences in idiopathic calcium nephrolithiasis: a 5-year randomized prospective study. J Urol 1996;155:839-43.
4.       BAUS section of endourology. Guidelines for acute management of first presentation of
renal/ureteric lithiasis. 2012. www.baus.org.uk/Resources/BAUS/Documents/PDF%
20Documents/Sections/Endourology/Revised%20Acute%20Stone%20Mgt%20Guidelines.pdf
5.       Clinical effectiveness committee of the College of Emergency Medicine. Clinical standards for emergency departments. 2010. www.collemergencymed.ac.uk/code/document.asp? ID=4688.
6.       Argyropoulos A, Farmakis A, Doumas K, Lykourinas M. The presence of microscopic hematuria detected by urine dipstick test in the evaluation of patients with renal colic. Urol Res 2004;32:294-7.
7.       Lindqvist K, Hellström M, Holmberg G, Peeker R, Grenabo L. Immediate versus deferred
radiological investigation after acute renal colic: a prospective randomized study. Scand J Urol Nephrol 2006;40:119-24.
8.       European Association of Urology Guidelines on urolithiasis. 2012. www.uroweb.org/gls/
pdf/20_Urolithiasis_LR%20March%2013%202012.pdf.
9.       Pichler R, Skradski V, Aigner F, Leonhartsberger N, Steiner H. In young adults with a low
body mass index ultrasonography is sufficient as a diagnostic tool for ureteric stones.
BJU Int 2012;109:770-4.
10.    Heidenreich A, Desgrandchamps F, Terrier F. Modern approach of diagnosis and
management of acute flank pain: review of all imaging modalities. Eur Urol 2002;41:351-62.
11.    Eisner BH, Reese A, Sheth S, Stoller ML. Ureteral stone location at emergency room
presentation with colic. J Urol 2009;182:165-8.
12.   Holdgate A, Pollock T. Systematic review of the relative efficacy of non-steroidal
anti-inflammatory drugs and opioids in the treatment of acute renal colic. BMJ
2004;328:1401.
13.   Holdgate A, Pollock T. Non-steroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs) versus opioids
for acute renal colic. Cochrane Database Syst Rev 2004:1;CD004137.
14.   Worster AS, Bhanich Supapol W. Fluids and diuretics for acute ureteric colic. Cochrane
Database Syst Rev 2012;2:CD004926.
15.   Lee YH, Lee WC, Chen MT, Huang JK, Chung C, Chang LS. Acupuncture in the treatment
of renal colic. J Urol 1992;147:16-8.
16.   Tseng TY, Preminger GM. Kidney stones. Clin Evid 2011;11:2003.
17.   Coll DM, Varanelli MJ, Smith RC. Relationship of spontaneous passage of ureteral calculi
to stone size and location as revealed by unenhanced helical CT. Am J Roentgenol
2002;178:101-3.
18.   Preminger GM, Tiselius HG, Assimos DG, Alken P, Buck AC, Gallucci M, et al. (American
Urological Association Education and Research; European Association of Urology). 2007
Guideline for the management of ureteral calculi. Eur Urol 2007;52:1610-31.
19.   Tchey DU, Ha YS, Kim WT, Yun SJ, Lee SC, Kim WJ. Expectant management of ureter
stones: outcome and clinical factors of spontaneous passage in a single institution’s
experience. Korean J Urol 2011;52:847-51.
20.   Vaughan ED Jr, Gillenwater JY. Recovery following complete chronic unilateral ureteral
occlusion: functional, radiographic and pathologic alterations. J Urol 1971;106:27-35.
21.   Fulgham PF, Assimos DG, Pearle MS, Preminger GM. Clinical effectiveness protocols
for imaging in the management of ureteral calculus disease: AUA technology assessment
(American Urological Association guideline). 2012. www.auanet.org/resources.cfm?
ID=693.
22.   Borley NC, Rainford D, Anson KM, Watkin N. What activities are safe with kidney stones?
A review of occupational and travel advice in the UK. BJU Int 2007;99:494-6.
23.   Aboumarzouk OM, Kata SG, Keeley FX, McClinton S, Nabi G. Extracorporeal shock wave
lithotripsy (ESWL) versus ureteroscopic management for ureteric calculi. Cochrane
Database Syst Rev 2012;5:CD006029