Tips Aman Konsultasi Dokter Online


Konsultasi dokter sudah mulai marak 2 tahun terakhir. Baik yang via chatting, voice call, maupun video call. Merek dagang apps tertentu pasti sudah menghiasi Google Play dan mungkin anda dulu pernah menggunakannya sekedar untuk pesan obat.

Konsultasi dokter konvensional, yakni tatap muka, pemeriksaan fisik, dan dilanjutkan pemeriksaan penunjang sebelum memberikan terapi, sudah berlangsung sejak dulu kala jaman para tabib dulu.

Namun kemajuan teknologi dan kebutuhan yang berbeda untuk zaman ini menjadikan konsul jarak jauh menjadi alternatif yang menjanjikan karena praktis dan gratis. Namun apakah konsul online dapat menggantikan konsultasi dokter konvensional?

Tentu tidak.

Dokter yang menemui pasien bisa menanyakan secara langsung (anamnesis) dengan konfirmasi pemeriksaan fisik. Anamnesis bisa meningkatkan ketepatan diagnosis hingga 80%, namun ini hanya di daerah dengan penyakit parah atau endemis.

Kalaupun disertai pemeriksaan fisik dan lab, kepastian diagnosis terkadang sulit mencapai 100% dan dokter masih bisa (dan sah-sah saja) salah diagnosis.

Ekspresi dan cara pasien menyampaikan bisa menjadi tambahan data dalam menganalisis masalah pasien. Bayangkan, bagaimana dengan konsultasi online dimana hal-hal kontak fisik tidak ada?

Kabarnya telemedicine ini telah sukses membuat dokter di Eropa melakukan operasi pasien secara robotik di separuh belahan dunia lainnya. Seorang nelayan terselamatkan ketika mengalami serangan jantung berkat fasilitas konsul online dokter ahli jantung dengan dokter lokal setempat.

Namun itu adalah contoh kontak dokter ahli dengan fasilitas lokal untuk mengatasi keterbatasan problem jarak dan sumber daya manusia, tidak dalam konteks Indonesia dimana dokter langsung ke pasien bukan dari keterbatasan tersebut (kebanyakan pasien justru dari orang orang yang sebenarnya bisa mengakses fasilitas kesehatan dekat rumah).

Dokter tidak tahu pasiennya, tidak tahu apakah memang benar pasiennya (bisa saja anak atau tetangga yang sekedar ingin tahu, bahkan mahasiswa kedokteran yang bertanya tentang tugas kuliahnya), tidak tahu apakah pasien sedang depresi atau biasa saja.

Dokter tidak bisa memeriksa fisik sehingga benar-benar hanya bertumpu pada laporan pasien (yang bisa saja beda interpretasi). Hal ini celah besar, bahkan jurang kesenjangan informasi. Ini berpotensi menyebabkan kerugian di kedua belah pihak, baik dokter ataupun pasien.

Nah bagaimana tips agar aman dan efektif dalam berkonsultasi?

Bagi pasien:

1. Pastikan menulis data dengan benar, mengenai nama (bisa saja anonim, namun sebaiknya nama sebenarnya), usia, dan berat badan tinggi badan. Sampaikan gejala secara urut mulai dari awal hingga gejala yang terkini.

2. Sampaikan mengenai kelainan fisik (misalkan benjolan atau luka) dengan melampirkan foto terbaru lokasi kelainan yang dimaksud.

3. Obat yang sudah digunakan dan obat yang telah rutin digunakan. Boleh juga memfoto kumpulan obatnya, dalam bentuk masih dalam bungkus utuh disertai mereknya.

4. Tanyakan ke dokter mengenai kemungkinan diagnosis dan arahan selanjutnya harus
diapakan. Pahami bahwa dokter mengatakan hanya saran, dan bukan kepastian diagnosis, sehingga kesembuhan bukan tujuan dari konsultasi tapi pemahaman atau pertolongan pertama saja.

5. Bila kondisi pasien dirasakan tidak mengenakkan (misal mual muntah yang masih berlangsung, atau nyeri yang sangat mengganggu), sebaiknya langsung ke IGD atau klinik terdekat.

Bagi Dokter:

1. Pahami betul aspek hukum konsultasi online.

2. Baca dengan cermat MoU antara dokter dengan provider konsultasi online, misalkan apabila ada kerugian yang diterima salah satu pihak, seperti tuntutan dari pasien, bagaimana proses pertanggungjawaban masing-masing pihak.

3. Pasien yang tidak kooperatif atau dirasakan data anamnesis terlalu bias, sebaiknya tidak dilayani atau diminta rujuk temu dokter langsung karena berpotensi menyebabkan kesalahpahaman bila diteruskan.

4. Berikan hanya obat simtomatik. Pahami bahwa obat definitif atau antibiotik terlalu berisiko bila diberikan tanpa parameter klinis (pemeriksaan fisik dan laboratorium). Selalu tanyakan riwayat alergi dan komorbid.

5. Jangan ragu untuk merujuk untuk kasus yang dianggap gawat atau memang perlu expertise sejawat lainnya.

Dengan demikian antara dokter dan pasien bisa lebih memahami manfaat dan kekurangan dari konsultasi online, sehingga tercapai tujuan dari masing-masing pihak.


Salaam

No comments: