Transportasi Pasien Kritis


Transportasi pasien kritis merupakan salah satu bidang penting di ilmu kedokteran kegawatdaruratan (emergency medicine). Banyak masalah potensial dapat dicegah dengan mengoptimalkan kondisi pasien sebelum transport dilakukan. Walaupun berbagai usaha meminimalisasi komplikasi sudah dilakukan, jalan menuju penanganan yang sempurna masih panjang.

Tempat yang paling aman untuk pasien kritis adalah intensive care unit (ICU), yang terhubung oleh ventilator canggih dengan berbagai pompa infus yang berjalan perlahan, dimonitoring peralatan yang sudah dipasang dan ada perawat untuk merawat pasien. Pasien berada dalam lingkungan yang terkontrol. Namun, akan ada beberapa situasi di mana pasien harus dipindahkan ke ruang pemeriksaan radiologi, ruang operasi, bahkan ke rumah sakit lain. Pemindahan mungkin dapat meningkatkan risiko yang tidak diduga dan efek samping dengan terputusnya hubungan dengan perlengkapan selama di ICU, pergerakan ke lain bed dan berkurangnya perhatian dari orang sekitar.

Pemindahan pasien dapat berefek pada beberapa sistem organ, yang mungkin berhubungan dengan pergerakan pasien seperti dislokasi peralatan, drips, atau yang disebabkan oleh malfungsi peralatan lain. Efek pada sistem organ tersebut antara lain aritmia (84%) pada pasien dengan gangguan jantung, di mana memerlukan terapi emergensi pada 44% kasus. Hipotensi dan aritmia sering terjadi pada pasien yang menggunakan ventilator. Komplikasi pada sistem respirasi adalah perubahan frekuensi napas, penurunan PaO2. Pasien dengan cedera kepala dapat mengalami hipotensi, hipoksia, dan peningkatan tekanan intrakranial.

Peralatan yang berhubungan dengan komplikasi yaitu diskoneksi lead EKG, monitor mati, diskoneksi jalur intravena/intraarteri atau dari ventilator. Untuk mencegah komplikasikomplikasi tersebut, beberapa guideline transportasi pasien kritis telah dibuat oleh beberapa perkumpulan critical care. Berikut akan dipaparkan guideline yang hanya memerlukan cara sederhana untuk menangani transportasi pasien kritis.

Prinsip Umum

Definisi: pasien kritis adalah pasien dengan disfungsi atau gagal pada satu atau lebih sistem tubuh, tergantung pada penggunaan peralatan monitoring dan terapi.

Langkah-langkah yang harus diperhatikan :

1. Decision

Keputusan untuk mentransportasi pasien pada kondisi serius adalah sebuah tindakan medis. Karena itu, tanggung jawab dimiliki oleh dokter yang mengirim pasien, dan kepala tim.

2. Planning

Perencanaan meliputi pemilihan tujuan, mengevaluasi jarak dan waktu, pemilihan jalur transport melalui darat atau udara. Jika jarak melebihi 150 km, transport udara lebih baik. Selain itu, yang perlu diperhatikan adalah pemilihan metode monitoring dan alat monitoring, prediksi ikemungkinan komplikasi, pemilihan instrumen terapi umum dan khusus, pemilihan tim transport (sesuai dengan ketersediaan tenaga dan karakteristik pasien)

3. Implementasi

Tahap implementasi adalah bertugasnya tim transport yang dipilih dan tanggung jawab tehnik dan legal baru selesai ketika pasien sudah sampai kepada tim medik tempat tujuan atau pada kedatangan ke tempat semula (ketika transport bertujuan untuk memenuhi prosedur diagnostik/teraputik)Transport intrahospital pasien kritis.

Transport intra hospital pasien kritis harus mengikuti beberapa aturan, yaitu:

1. Koordinasi sebelum transport

  • Informasi bahwa area tempat pasien akan dipindahkan telah siap untuk menerima pasien tersebut serta membuat rencana terapi
  • Dokter yang bertugas harus menemani pasien dan komunikasi antar dokter dan perawat juga harus terjalin mengenai situasi medis pasien
  • Tuliskan dalam rekam medis kejadian yang berlangsung selama transport dan evaluasi kondisi pasien

2. Profesional beserta dengan pasien: 2 profesional (dokter atau perawat) harus menemani pasien dalam kondisi serius.

  • Salah satu profesional adalah perawat yang bertugas, dengan pengalaman CPRatau khusus terlatih pada transport pasien kondisi kritis
  • Profesioanl kedua dapat dokter atau perawat. Seorang dokter harus menemanipasien dengan instabilitas fisiologik dan pasien yang membutuhkan urgent action

3. Peralatan untuk menunjang pasien

  • Transport monitor
  • Blood presure reader
  • Kit intubasi endotrakeal dan resusitator manual
  • Sumber oksigen dengan kapasitas prediksi transport, dengan tambahan cadangan30 menit
  • Ventilator portable, dengan kemampuan untuk menentukan volume/menit, pressure FiO2 of 100% and PEEP with disconnection alarm and high airway pressure alarm.
  • Mesin suction dengan kateter suction
  • Obat untuk resusitasi: adrenalin, lignocaine, atropine dan sodium bicarbonat
  • Cairan intravena dan infus obat dengan syringe atau pompa infus dengan baterai
  • Pengobatan tambahan sesuai dengan resep obat pasien tersebut

4. Monitoring selama transport.

Tingkat monitoring dibagi sebagai berikut: Level 1=wajib,level 2=Rekomendasi kuat, level 3=ideal

  • Monitoring kontinu: EKG, pulse oximetry (level 1)
  • Monitoring intermiten: Tekanan darah, nadi , respiratory rate (level 1 pada pasien pediatri, Level 2 pada pasien lain)

Pada pasien-pasien tertentu

  • Kapnografy (level 2)
  • Pengukuran tekanan darah secara kontiniu (Level 3)
  • Pengukuran tekanan arteri pulmonalis (Level 3)
  • Pengukuran tekanan intracranial (Level 3)
  • Pengukuran tekanan vena sentral (Level 3)
  • Pengukuran tekanan saluran jalan nafas pada pasien dengan alat bantu nafas mekanis Level 3)

Pemindahan pasien ke rumah sakit pada pasien sakit kritis:

  • Alasan utama untuk memindahkan pasien dengan kondisi serius ke rumah sakit atau ke tempat lain adalah karena ketidakmampuan mendiagnosis dan sumber terapi (manusia dan tehnik) di rumah sakit asal.
  • Keputusan untuk memindahkan pasien pada keadaan kritis dilaksanakan setelahmengevaluasi untung dan rugi pemindahan pasien.
  • Risiko untuk memindahkan pasien terdiri dari dua jenis, yaitu: (1)Risiko medis : risiko medis yang dimiliki pasien; efek getaran; akselerasi dan deselerasi; dan perubahan suhu, (2) Risiko perjalanan : risiko getaran.
  • Sehingga untuk meminimalkan risiko pemindahan pasien sangat penting untuk menstabilkan pasien di rumah sakit asal dan mempersiapkan diagnosis dan terapi selama perjalanan pemindahan (akses vena, intubasi, dll). Dan penting untuk menginformasikan kepada pasien ataupun perwakilannya yang resmi tentang fakta dan dijelaskan tentang situasi, alas an pemindahan, nama rumah sakit rujukan juga harus diberikan dan persetujuan dari pasien ataupun perwakilannya yang sah.

Koordinasi sebelum pemindahan pasien

  • Pemindahan pasien harus dilakukan dengan secepatnya.
  • Dokter bertanggungjawab untuk menyediakan semua hal yang diperlukan untuk pemindahan pasien. Rumah sakit yang dirujuk harus diinformasikan tentang situasi medis dan prosedur terapi yang diberikan.
  • Pemberitahuan kepada rumah sakit rujukan harus dilakukan bahkan sebelum pemindahan dilakukan. Informasi yang diberikan harus secara mendetail tentang individu. Penting juga untuk menyimpan nomor telepon orang yang terlibat dalam pemindahan pasien.
  • Rekam medis, rekam perawatan, dan diagnosis pasien akan dikirimkan bersama dengan pasien.

Pertimbangan jenis transportasi yang akan digunakan

  • Situasi medis pasien yang akan dipindahkan (gawat, darurat, selektif)
  • Jauhnya jarak pemindahan, waktu pemindahan yang diperlukan
  • Prosedur medis yang diperlukan selama pemindahan
  • Ketersediaan staf dan sumber daya
  • Ramalan cuaca
  • Dalam keadaan tertentu transportasi udara juga penting untuk diwaspadai terhadap kemungkinan perubahan fisiologis selama penerbangan.

Penjagaan pasien selama pemindahan:
  • Anggota ambulans
  • Dokter beserta suster yang sama-sama mampu melakukan CPR dan peralatan CPR.

Perlengkapan untuk merawat pasien:

  • Alat resusitasi manual dan jenis mask yang sesuai
  • Mayotube, laringoskop, ETT, dan guide strings
  • Sumber oksigen sesuai dengan kapasitas yang diperlukan (O2 = (20+Volume minimum) x FiO2 x waktu pemindahan) + 50%)
  • Aspirator dan probes
  • Drainase torakal, alat introduksi
  • Monitor dan defibrillator
  • Pemngukur tekanan darah otomatis dan manset yang sesuai
  • alat-alat untuk pungsi dan alat-alat untuk mempertahankan dehidrasi tubuh (syringe, kateter dan infus)
  • Cairan untuk infus (kristaloid dan koloid)
  • Obat-obatan untuk advanced life support
  • Ventilator selama pemindahan dengan volume/minute, pressure, PEEP dan FiO2 dengan pengaturan yang mudah
  • Alat komunikasi
  • Beberapa obat yang harus tersedia bersamaan dengan tim yang mengadakan pemindahan pasien, yaitu:
  • Adenosin
  • Adrenalin
  • Alfentanil
  • Aminophylin
  • Amiodaron
  • Atropin
  • Sodium Bicarbonat
  • Captopril
  • Cefotaxim
  • Dexamethason
  • Diazepam
  • Digoxin
  • Isosorbide Dinitrat
  • Dobutamin
  • Dopamin
  • Etomidat
  • Phenobarbital
  • Flumazenil
  • Furosemide
  • Calcium Gluconate
  • Heparin
  • Hydralazine
  • Hydrate Chloral
  • Actrapid Insulin
  • Isoprenalin
  • Mannitol
  • Methylprednisolone
  • Midazolam
  • Morphine
  • Naloxone
  • Noradrenaline
  • Paracetamol
  • Propofol
  • Salbutamol
  • Succinylcholine
  • Nifedipine
  • Magnesium Sulphate
  • Thiopental Sodium
  • Vecuronium Bromide
  • Verapamil
  • Labetalol hydrochloride
  • 2% Lignocaine (+gel and spray)
  • Nitroglycerine atau Glyceryl Trinitrate

Pengawasan

Pengawasan keadaan pasien selama masa pemindahan dengan pencatatan yang periodik:
  • EKG (Level 1)
  • Pulse oxymetry (Level 1)

Pengawasan keadaan pasien selama masa pemindahan dengan pencatatan yang intermiten:

  • Pengukuran tekanan darah no ninvasif (Level 1)
  • Pengukuran frekuensi nadi (Level 1)
  • Pengukuran frekuaensi nafas (Level 1 pada kasus anak, dan l;evel 2 pada kasus dewasa)

Pada pasien-pasien tertentu:

  • Kapnografi (Level 2)
  • Pengukuran tekanan darah berkelanjutan
  • Pengukuran tekanan arteri pulmonari
  • Penjgukuran tekanan interakranial
  • Pengukuran tekanan intravena secara intermiten
  • Pengukuran tekanan saluran nafas pada pasien yang diintubasi dan mendapat bantuan pernafasan mekanik.

Kesimpulan

Dampak buruk dari pemindahan pasien dapat terjadi selama dan setelah pemindahan sering terjadi. Sebaliknya, perubahan pada hasil penanganan pasien dari 50% prosedur yang memerlukan pemindahan mengindikasikan hasil yang baik. Walaupun beberapa faktor risiko yang dimiliki pasien telah dikathui namun dampak buruk juga dapat terjadi selama pemindahan.

Hal ini memerlukan perhatian khusus untuk diberikan kepada personel yang terlibat pemindahan pasien, pengawasan, dan perlengkapan. Pada beberapa kasus untuk melakukan intervensi terhadap dampak negatif dapat dicegah dengan melakukan diagnosis/ prosedur terapi di dalam ICU. Contoh intervensi yang dapat digunakan untuk menurunkan efek buruk pemindahan pasien adalah:

  • USG dada untuk memeriksa adanya kelainan pada dada
  • Penggunaan CT Scan mobile
  • Fasilitas untuk dialisis di ICU
  • Filter IVC

Kelemahan yang berpotensi untuk terjadi terdapat pada jenis ventilasi yang digunakan dan mesin ventilator maupun pengawasan selama transport. Dan penting untuk melakukan diagnosis dan tatalaksana yang diperlukan pasien di ICU untuk menurunkan angka mortalitas selama transportasi. Namun, merawat pasien di rumah sakit asala adalah lebih baik daripada harus merujuknya.



 


DAFTAR PUSTAKA
  1. Taylor JO, Landers CF, Chulay JD, Hood WBJ, Abelmann WH. Monitoring high-risk cardiac patients during transportation in hospital. Lancet1970; 2:1205-08.
  2. Waddell G. Movement of critically ill patients within hospital. BMJ 1975; 2(4): 419.
  3. Weg JG, Haas CF. Safe intrahospital transport of critically ill ventilator dependant patients. Chest 1989; 96:631-35.
  4. Wallen E, Venkataraman ST, Grosso MJ, Kiene K, Orr RA. Intrahospital transport of critically ill pediatric patients. Crit Care Med 1995; 23:1588-89.
  5. Waydhays C. Equipment review. Intrahospital transport of critically ill patients. Crit Care Med 1999; 5: 83-89.
  6. Guidelines for the transfer of critically ill patients. Crit Care Med 1993; 21: 931-37.
  7. Kondo K, Herman SD, O'Reilly LP, Simeonidis S. Transport system for critically ill patients. Crit Care Med 1985; 13:1081-82.
  8. Link J, Krause H, Wagner W Papadopoulos G. Intrahospital transport of critically ill patients. Crit Care Med 1990; 18: 1427-29.

Download versi PDF

No comments: